Tuesday, September 13, 2016

The Desires of Flesh (I)


Kalau masa kuliah diibaratkan sebuah game, kali ini aku sedang melawan final boss, skripsi. Jika aku berhasil mengalahkan dia, gerbang menuju dunia baru akan terbuka. Jika mau menoleh ke belakang, aku sudah berjuang dengan cukup baik untuk sampai di titik ini. Setiap mata kuliah kulalui dengan jatuh bangun. Bersama dengan teman-teman seperjuangan, kami  melewati dosen "killer", tugas kuliah yang nuntut begadang, dan apapun level yang harus dilalui untuk sampai di final stage ini. Sayangnya, di final stage ini, harus dilalui sendiri-sendiri.. Semua dibuat sendiri, direncanakan sendiri, mau kerjain kapan juga terserah diri sendiri, kami cuma dibekali bantuan dari dosen pembimbing skripsi.

Sendiri...Nah karena semuanya sendiri tantangannya tentu lebih berat. Setiap aku membuka laptop untuk mulai menulis skripsi, otakku langsung menjerit-jerit seperti dapat siksaan berat, tapi ketika yang dibuka adalah youtube atau media sosial yang lain, tiba-tiba otakku langsung semangat girang. Pertarungan psikologis ini membuat pada akhirnya aku menatap kosong ke arah kursor Microsoft Word yang berkedip di layar laptop.Oke deh...Okee.. nggak usah ngetik, baca jurnal atau buku teori dulu deh... Nggak perlu ngetik dulu yang penting dapat bahan buat diketik.  Pas udah nemu jurnal yang judulnya bagus, lihat isinya 8 halaman full english, langsung kena teknik relaksasi hipnosis, tidur....Momen-momen kaya gitu terus berulang-ulang terjadi padaku dan aku selalu kalah dalam pertarungan itu..

Hari demi hari berlalu.. Aku mulai cari-cari alasan untuk bisa kabur dari skripsi. Aku mulai mendaftar program magang dari sebuah perusahaan. Alasannya sih biar mengisi waktu luang dan dapat pengalaman kerja, tapi di hati yang paling dalam aku tahu bahwa aku sedang lari.. Terus berlari.. Aku juga tau jika suatu hari aku akan tertangkap dan tak dapat lari lagi.. Tak apa lah itu masih jauh, nikmati hari ini aja. Aku kerja magang dapat uang jajan tambahan, nikmatnya hidup ini..

Bulan demi bulan berlalu, tidak terasa sudah satu semester skripsiku terbengkalai. Betapa kagetnya aku ketika membuka instagram, foto -foto temanku yang sudah lulus mulai bertebaran. Muka bahagia mereka terpampang jelas. Bunga, boneka bertoga, selendang bertuliskan "sarjana" melengkapi kebahagiaan tersebut.. Tiba-tiba aku tersentak. Kemana saja aku selama ini?? Apa yang salah denganku? Mengapa mereka bisa dengan mudahnya mengalahkan skripsi? Aku mulai merasa tertinggal.. Rasa bersalah mulai menguasai diriku dan malam itu aku tertidur dengan pipi yang basah oleh air mata
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini aku Ingin bertemu dengan dosen pembimbingku, berharap mendapat pencerahan mengenai langkah apa yang harus aku ambil dalam mengerjakan skripsi. Dosen pembimbingku terlihat sedang sibuk mengetik sesuatu di komputernya. Ia tak menyadari ketika aku datang ke ruangannya untuk berkonsultasi.

"Misi Pak" Aku menyapanya agar ia sadar akan keberadaanku
"Oh, Jenifer .. Saya sedang memberikan komentar-komentar di draft skripsi yang kamu kirimkan semalam.
"Oh iya Pak, gimana menurut Bapak?"
" Masih banyak yang kurang nih.. Ini di bagian teori kamu belum kuat memberikan penjelasan, bagian latar belakangnya juga belum tajam menjelaskan pentingnya kamu meneliti."

Ada jeda sekitar 20 detik sebelum akhirnya aku menanggapi feedback dari dosenku

"Oh.. Iya Pak.. nanti saya coba tambahin."
"Kamu kenapa? Ada hambatankah selama skripsi? Ayo semangat, teman-teman kamu udah mulai pada lulus tuh."
"Nggak papa Pak saya sibuk kerja aja.."

Oke. Mungkin maksud dosen pembimbingku baik, ia ingin menyemangatiku, tapi kata-kata "teman-teman kamu udah mulai pada lulus" membuat seluruh maksud baik tersebut runtuh. Entah kenapa kalimat itu malah kuartikan sebagai sebuah sindiran dibanding motivasi. Sehabis bimbingan itu malah tidak ada pencerahan yang kudapa. Aku semakin menyalahkan diriku sendiri yang kurnag rajin dan kurang pintar..

Tak sampai disitu, orang tuaku juga menambahkan kebencianku terhadap skripsi. Setiap melihat aku nampak bersantai-santai, mereka selalu menanyakan padaku kapan jadi sarjana. Mereka juga mulai membanding-bandingkanku dengan anak tetangga yang sudah wisuda. Setiap kali ada kumpul-kumpul keluarga besar, pertanyaan pembuka yang diajukan padaku juga sama, "kapan wisuda?"

Semua kebencian, rasa bersalah, dan kesedihan ini terakumulasi dan siap meledak kapanpun. Dan "kapanpun" itu adalah hari ini. Di kamarku, sambil menatap layar laptop yang dipenuhi tulisan-tulisan jurnal, timbul di benakku pemikiran untuk bunuh diri. Mungkin kehidupan setelah kematian lebih menyenangkan. Mereka di sana mungkin tidak mengenal titel sarjana, mungkin hanya kedamaian yang ada di sana. Aku mulai mencari-cari di internet cara bunuh diri yang paling nyaman. Loncat dari gedung, minum baygon, menyayat nadi, gantung diri, sengaja ditabrak kereta api, yang mana ya yang paling nyaman? Mungkin lompat dari gedung adalah pilihan yang bagus. Aku bisa melihat pemandangan indah sebelum aku meninggalkan dunia ini. Sebagai lambang kebencian akan skripsi aku akan memilih gedung kampus sebagai tempat loncat.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pemandangan dari lantai 12 entah kenapa tampak lebih indah dari biasanya. Gedung-gedung menjulang tinggi dari kejauhan, mobil-mobil layaknya semut lalu lalang di jalanan, lampu-lampu jalanan mulai menyala di sore itu. Awan mulai memerah, matahari mulai terbenam, disini aku mulai memanjat railing dengan air mata di pipi yang kemudian terbawa angin.. Ketika mataku mulai menatap ke bawah dari ketinggian, bulu kudukku berdiri, mulai timbul rasa takut untuk meloncat, tapi inilah pilihan yang tepat karena dunia sudah tidak mendukungku lagi... Aku mau selesaikan hiduku sampai disini..

Aku mulai memejamkan mata. Terdengar keras deru angin yang menerpa seluruh bagian tubuhku. Terima kasih mama, papa, dedek, sahabat-sahabatku, dosen-dosenku.. Aku lemaskan seluruh otot-otot di tubuhku dan dengan perasaan pasrah mencondongkan tubuhku. Kedua tanganku kubuka selebar bahu, aku loncat.......

Dorongan gravitasi membuatku meluncur kencang ke bawah..Tiba-tiba  ada seseorang yang sepertinya memelukku. Ia mulai membisikkan dua kata yang tidak dapat kudengar secara jelas. Tanah tempat kami akan mendarat tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang sangat terang dan ketika kami menembus cahaya itu, semua berubah menjadi gelap..



Picture by google

To be continued...